Selepas Maghrib masih termangu, pulang dengan resiko kehujanan atau menunggu di kampus sampai hujan reda. Satu dua tiga, akhirnya kupilih pulang kerumah, nekat kuterobos hujan deras yang mengguyur begitu lebat perjalanan pulang kerumah, mulai dari jantung kota Tulungagung, tepatnya utara alun-alun sampai ke Ngunut. Hujan yang lebat sekali sampai-sampai aku tak berani memacu sepeda motorku, beraninya hanya sekitar 20 km/jam. Karena memang air yang turun menganggu pandangan mataku, helm teropongku tidak berani kututup, ku buka agar pandangan mata bisa jelas melihat kedepan. Kadang kututup kembali jika ada mobil berada didepanku, jika ada mobil aku berani menutup, karena dari cahaya lampu mobil bisa membantuku melihat jelas kedepan, jika tidak maka terpaksa kubuka, dengan resiko wajah kemasukan air.
Suhu tubuhku semakin dingin, tetapi aku mencoba untuk menikmati guyuran air hujan yang mulai membasahi celana, menikmati tetes tetes air yang membasahi wajah satu demi satu, menikmati air anugerah dari Sang Maha Pencipta. Masih dalam kondisi jalan pelan, sampai di Pulosari, ketika mata memandang lampu-lampu ada yang berubah, ada bentuk lingkaran antara merah atau coklat dilingkaran paling luar disusul warna hijau semakin kedalam berwarna biru semakin dalam semakin tua sama kepada titik lampu pada mobil atau lampu di rumah-rumah. Ketika jauh maka bentuk warna lingkaran itu besar tetapi ketika dekat bentuknya semakin mengecil, mengecil dan hilang ketika aku melewatinya dan berganti kelampu berikutnya demikian seterusnya.
Sampai di rumah, yang biasanya kutempuh hanya 30 menitan, kali ini ternyata kutempuh satu jaman, rasa dingin yang menyebar di seluruh tubuh hilang musnah, menguap begitu saja ketika sudah bertemu kehangatan dirumah, kecerian anak yang bercerita tentang aktivitas hari ini ditemani minuman hangat buatan istri.
Suhu tubuhku semakin dingin, tetapi aku mencoba untuk menikmati guyuran air hujan yang mulai membasahi celana, menikmati tetes tetes air yang membasahi wajah satu demi satu, menikmati air anugerah dari Sang Maha Pencipta. Masih dalam kondisi jalan pelan, sampai di Pulosari, ketika mata memandang lampu-lampu ada yang berubah, ada bentuk lingkaran antara merah atau coklat dilingkaran paling luar disusul warna hijau semakin kedalam berwarna biru semakin dalam semakin tua sama kepada titik lampu pada mobil atau lampu di rumah-rumah. Ketika jauh maka bentuk warna lingkaran itu besar tetapi ketika dekat bentuknya semakin mengecil, mengecil dan hilang ketika aku melewatinya dan berganti kelampu berikutnya demikian seterusnya.
Sampai di rumah, yang biasanya kutempuh hanya 30 menitan, kali ini ternyata kutempuh satu jaman, rasa dingin yang menyebar di seluruh tubuh hilang musnah, menguap begitu saja ketika sudah bertemu kehangatan dirumah, kecerian anak yang bercerita tentang aktivitas hari ini ditemani minuman hangat buatan istri.
Sumberingin Kidul
25 April 2015
0 komentar :
Posting Komentar