Minggu dini hari, 22 Oktober jam 3 pagi, kami berenam, Pak Ngainun Naim beserta adik dan anaknya, Mas Fahru, Pak Heru dan saya berangkat dari Tulungagung bersama. Bisa hadir dan mengikuti kopdar SPN ke V di Unesa adalah sebuah hal yang tak ternilai. Ada semangat dan vitamin baru yang saya dapat dalam pertemuan ini. Bertemu dengan penulis dan orang-orang yang mencintai dunia tulis menulis dengan berbagai latar belakangnya, bertemu untuk saling berbagi dan memberi dorongan.
Teringat kembali teori dan praktik yang dicontohkan Bapak Hernowo dengan free writingnya, demikian juga dengan jurus menulis ala Pak Emcho dengan multitaskingnya saat ikut kopdar SPN IV di kampus ITS. Di Unesa saya mendapat ilmu dari Prof Budi Darma, menulis itu sama dengan lari marathon, harus menjaga nafas sampai ke finish. Menjaga momentum, ketika bertemu momentum segera menulis sampai selesai. Tidak tergesa-gesa, jangan grusa-grusu, tetapi tulisannya mantab. Ketika menulis jangan berada pada kondisi saat emosi, kondisi harus baik, tenang, tidak tergesa-gesa, agar kita bisa mengambil jarak dengan tulisan kita.
Bagaimana ketika menulis menemui deadlock, writers block bahasa sederhananya macet, sulit melanjutkan, kekeringan ide, beliau menyarankan untuk membuka banyak buku di meja untuk dibaca, mencari referensi, menyelektifkan buku-buku yang kita baca. Mengamati segala sesuatu, melihat apa yang perlu dilihat sehingga ketika menulis akan muncul dengan sendirinya. Bisa juga sambil jalan-jalan, membawa pensil dan kertas, ketika menemukan ide segera ditulis, masukkan saku, sampai ditempat untuk menulis ditempelkan, ketika menemui kesulitan bisa dibaca. Menulis itu juga harus berani untuk menyendiri dan fokus dengan apa yang kita tulis. Menulis itu tidak usah berpikir macam-macam tugas penulis itu ya menulis. Disampaikan juga oleh beliau menulis itu mengembangkan bakat dan kemampuan, menggali potensi dan mencari jati diri.
Pak Didi Junaedi pun memberikan tipnya kenapa bisa menulis setiap hari, menulislah dengan cinta, agar menulis menjadi mudah. Biar semakin semangat untuk menulis dan menyelesaikan tugas akhir, harus membaca ulang, buku karya pak Ngainun Naim yang berjudul The Power of Reading, The Power of Writing atau Proses Kreatif Penulisan Akademik. Mau membaca buku karya pak Husnaini sayangnya belum punya, ketika acara SPN di Surabaya mau membeli, kebetulan pak Husnaini masih belum pegang bukunya, he he he.
Ada hal yang perlu saya rubah, setelah hari raya memang saya fokus dan mengkhususkan diri untuk menulis tugas akhir, tetapi sejak dari Unesa kemarin hal itu akan saya rubah, yang terpenting menulis, menulis apa saja yang disukai untuk mengembangkan dan mengasah diri. Jika menemukan ide segera tulis, sesuai dengan multitaskingnya Pak Emcho, menulis tidak hanya mengkhususkan satu hal saja, tetapi dalam waktu bersamaan kita bisa menulis dengan tema yang berbeda, yang penting menulis dilakukan secara ajeg dan istikhomah.
Satu hal yang saya bisa simpulkan adalah menulis itu mengalir saja, seperti air yang mengalir menuju ketempat yang lebih rendah, dia tidak perduli dengan keadaan sekitar, yang berbatu, curam, terjal. mengalir saja, mengisi ruang kosong, mengikuti dan menyesuaikan bentuk sesuai tempatnya. Mengalir saja, untuk melepaskan dahaga dan kepanasan. Tugasnya hanya mengalir saja mengisi ruang hati yang kosong dan mengisinya dengan cinta dan kasih, untuk membuat hidup lebih indah dan berwarna.
24 Oktober 2017
0 komentar :
Posting Komentar