22 Juni 2023

MENIMBA ILMU DI KOTA REOG (Bagian 1)

Menjelang jam 4 pagi kuterbangun dari mimpiku, ku memandang sejenak kamar yang berbeda seperti yang kupandang setiap harinya. Setelah beberapa lama tidak keluar kota, kemarin saya keluar kota mewakili Kampus untuk mengikuti Workshop Kurikulum, terakhir keluar kota beberapa saat yang lalu, bulan Februari atau Maret saat mengikuti FORMI Kopertais IV Surabaya, di Tribakti Kediri. Dan sekarang ada di Hotel Maesa Jl. KH. Ahmad Dahlan 82A Ponorogo, acara ini diselenggarakan oleh FORPIM Zona Mataraman Kopertais IV Surabaya. Acara workhop ini berlangsung 2 hari yakni tanggal 21 dan 22 Juni 2023.

Tenggorokanku terasa kering, kuambil air mineral yang sudah kuambil dari dispenser air yang terletak di koridor hotel semalam, yang kumasukkan ke botol kosong bening. Hotel ini berpartisipasi dalam kampanye ke seluruh dunia untuk mengurangi penggunaan plastik. Kutuangkan air ke dalam kettle pemanas air, setelah ku tekan tombol on, lalu kumengambil laptopku menaruhnya ke meja, membuka dan menulis kalimat yang sedang anda baca.

Warna merah pada kettle sudah padam, pertanda air sudah mendidih, kuambil cangkir dan meletakkannya dimeja disebelah kiri laptop, kusobek teh, kemudian mencampur white sugar kedalam cangkir, kuangkat kettle dan menuangkan ke dalam cangkir, lalu kuaduk sampai rata.  Kubiarkan sejenak agar tidak terlalu panas sambil melanjutkan mengetik. Setelah beberapa saat kuangkat dan kunikmati tehnya. Rasa hangat menerobos kerongkonganku, teh dan gula yang tidak terlalu manis kurasakan pada indera perasaku, tehnya berasa agak sedikit pahit, tetapi tidak kuhiraukan, lebih kunikmati kehangatan yang masuk menuju perutku dan rasa nyaman yang ada dalam tubuhku, Alhamdulillah terima kasih ya Allah atas semua yang telah engkau berikan. Kunikmati rasa itu berulang ulang  sambil mengucap syukur.

Kemarin kuberangkat dari Kamulan sekitar jam 6.30 pagi, sambil mengantar kakakku menuju tempat kerjanya di SMP 2 Trenggalek, yang terletak di Parakan Rejowinangun, kurang lebih antara 500 m sampai 1 kilo dari pertigaan Rejowinagun, ban belakang sepada motorku kempes langsung, untung aku masih bisa mengendalikan motorku karena memang motornya tidak kupaca secara kencang, lebih beruntung lagi aku tidak perlu menuntun motorku terlalu lama sekitar 200 meteran ada bengkel tambal ban utara jalan, setelah diperiksa ternyata ban dalamku sobek lebar, “kok saget pak”. Tanyaku, tukang tembel menyatakan kalau ukuran ban dalam dan ban luarku tidak sama, ban dalam ukuran 17 sedang ban luarku ukuran 19, kalau kondisi kurang angin bisa sobek, hal ini memang baru satu kali ini kualami karena waktu mengganti ban luar bulan Januari yang lalu tidak dengan mengganti ban dalam sekalian.

Minumanku habis, kutuangkan kembali air ke dalam cangkir dan menambah krimer minuman bubuk, lalu kuaduk pelan, kunikmati sebentar rasa yang berbeda memasuki tenggorokanku lalu kulanjutkan kembali menulis. Setelah ban dalamku selesai diganti, lalu kumembayar, sengaja memang ban dalamnya ku memilih yang terbaik yakni ban dalam IRC yang disedikan di bengkel. Harganya 45 ribu, kuberi uang 50 ribu lalu ku bilang “Kersane” maksudku tidak perlu diberi kembalian, karena beliau sudah berbaik hati meminjamkan sepeda motornya untuk mengantar kakakku ke sekolah. Ternyata beliaunya tetap mengambil uang 5 ribuan untuk diberikan kepadaku, “matur suwun”ucapku kemudian, kemudian setelah itu berbincang sekitar 5 menitan tentang banyak hal, mulai dari hal sepele sampai masalah pemilihan kepada desa.

Jam menunjukkan, pukul 7.30 pagi, Kujanjian bertemu bertemu Mas Zainal Arifin, teman kuliah yang bekerja di STIT Trenggalek, jam 11 siang di terminal Trenggalek, untuk berangkat bersama menuju Ponorogo.  Berarti masih punya banyak waktu, karena itu kuarahkan kembali dan kupacu sepeda motorku ke arah timur untuk menuju Ngadirenggo kemudian ke Desa Nduwet untuk bertemu Bulek Siti, adik kandung dari Abahku, 1 jam kemudian ke Blengok Wonocoyo, untuk bersilahturami ke Pak Lek Hasyim yang masih menjabat Ketua MWC NU Pogalan, suami dari bulek yang sudah meninggal beberapa bulan yang lalu, Lahal fatihah untuk beliau, Al Fatihah. Lalu ke rumah Pak Adnan, sayangnya beliau sedang istirahat, jadi saya tidak berani menganggu.   

Memang dalam setiap pengembaraanku keluar kota, biasanya kusempatkan untuk bersilaturahmi kepada saudara atau teman yang bisa disinggahi, ibarat satu dayung 2 tiga pulau terlampau, karena untuk bersilaturahmi itu berat, kalau kita harus berangkat dari rumah, ketika ada urusan terkait pekerjaan dan mampir terasa lebih ringan, karena hanya perlu menyediakan waktu lebih banyak, hal tersebut kupelajari dari abahku, saat aku masih kecil beliau sering mengajakku untuk bersilaturahmi kepada saudara dan teman temannya. Hal tersebut berusaha kuteruskan, untuk menjaga silaturahmi.

 

Hotel Maesa Ponorogo

22 Juni 2023

 







19 Juni 2023

Mengapa Menjadi Petani (Belajar Hidroponik Bagian Dua Puluh Enam)

Lahan pertanian semakin lama semakin berkurang, karena dialihfungsikan, anak anak muda semakin kurang minatnya untuk menekuni dunia pertanian, karena hasilnya banyak yang tidak sesuai harapan. Mengapa terjadi demikian, tentu hal tersebut menjadi pemikiran bersama, apakah karena petani kita mengelola dengan cara konvensional, sehingga tidak mengandalkan teknologi untuk pengelolaanya, mengandalkan teknologi butuh biaya yang banyak, riset yang perlu pendanaan besar. Butuh kerja keras, ketekunan, kerajinan dan kedisiplinan untuk menjadi petani dengan harapan yang belum pasti karena juga tergantung faktor alam.

Salah satu faktor mengapa saya memilih menjadi petani dengan menggunakan sistem hidroponik adalah, persoalan pengolahan lahan, karena terus terang untuk mencangkul adalah persoalan tersendiri, karena dulu pernah membantu orang tua untuk mencangkul, 1 hari mencangkul seminggu sakitnya, setelah itu saya malas dan tidak mau untuk diminta mencangkul. Selanjutnya biaya pengolahan lahan itu berlangsung terus menerus, setelah panen tanah diolah dan membutuhkan tenaga kerja dengan biaya yang tidak sedikit. Kalau untuk hidroponik hanya modal awal saja yang besar, setelah itu hanya pemberian pupuk atau nutrisi, benih, rockwool dan maintenance instalasi.

Faktor yang kedua adalah faktor pengairan, agar bertumbuh kembang secara baik untuk penanaman sayur, faktor yang menjadi penghambat adalah penyiraman tanaman, kita harus secara rutin untuk mengairi sayuran setiap hari, anda bisa membayangkan mengairi tanaman, dengan 2000 tanaman, agak berat, walaupun saat ini, ada metode menggunakan sprinkle (alat untuk menyiram) untuk pengairannya, dengan kegiatan dan pekerjaan saat ini hal itu kemungkinan kecil bisa saya lakukan.

Faktor Pengolahan lahan dan pengairan menjadi faktor utama, mengapa saya memilih menanam sayur dengan sistem hidroponik. Karena sistem hidroponik menjadi solusi untuk permasalahan tersebut. Saya tidak perlu mencari orang untuk mencangkul dan mengolah lahan, untuk mencari orang mau mencangkul adalah sesuatu yang sulit, kalaupun ada harus menunggu giliran, hal tersebut ditambah dengan semakin mahalnya tenaga kerja. Untuk pengairan, dan saya menggunakan sistem Hidroponik NFT, saya sudah terbantu dengan pompa yang menyala 24 jam (pompa Aquarium). Hanya perlu mengecek PPM dan PH pada Tandon.

Sumberingin Kidul, 19 Juni 2023








13 Juni 2023

BELAJAR MONDOK

Ahad sore, selepas maghrib mengantar Kak Zha untuk belajar di Madrasah Diniyah, saat ini Kak Zha ada di Kelas 4 Madrasah Diniyah. Jam Madrasah Diniyah dimulai sekitar jam 18.00 WIB dan selesai jam 19.30 WIB. Dilanjutkan dengan Sholat Isya bersama. Untuk malam ini Kak Zha tidak pulang, tetapi balik lagi ke pondoknya yang ada di sebelah barat madrasah.

Sudah 2 tahunan Kak Zha berada di pondok, untuk menghafal Al Quran. Selepas Khatam 30 Juz 2 tahun lalu saat Kak Zha duduk di kelas 3 sekolah dasar. Setelah khatam Kak Zha ditawari oleh Ustadzahnya untuk melanjutkan belajar Alqurannya dengan menghafalkannya, saat itu Kak Zha mau dan menyetujui untuk meneruskan belajar dan menghafalkan Al Quran. Artinya menghafal Al Quran adalah keinginannya sendiri tanpa di minta oleh orang tuanya. Orang tua hanya mendukung dan memberi fasilitas yang terbaik yang bisa dilakukan.

Masih teringat saat saat awal belajar mengaji, istilahnya belajar jilid. Meski hujan deras, saya tetap mengantarkannya untuk mengaji, alasan yang kuberi saat itu adalah, hujan bukan menjadi sebuah halangan untuk tetap belajar. Dari kecil mulai kutanamkan untuk tetap belajar meski banyak cobaan dan hambatan. Kedisiplinan pelan pelan kutanamkan kepadanya, kukasih pengertian bahwa belajar itu banyak manfaatnya. Mumpung masih muda, harus gigih dan bersemangat untuk belajar karena ilmu adalah bekal masa depan.

Awal awal mondok, sering pulang ke rumah jalan kaki dan dalam kondisi menangis, maklum di pondok kecil sendiri saat itu, tetapi lama kelamaan sudah terbiasa dengan kondisi dan pergaulan di pondok dan bisa menikmatinya. Mondok inipun kuanggap bukan sebagai mondok yang sebenarnya, tetapi kuanggap sebagai latihan untuk mondok nantinya selepas SD. Terkadang jika terlalu capek dengan kegiatan sekolah dan belajarnya. Tidak pergi ke pondok. Minimal setelah madrasah dijemput untuk pulang ke rumah.

Seorang temanku pernah mengatakan merasa iri dengan kondisi lingkungan rumahku, dekat dengan madrasah dan dekat dengan pondok, artinya lingkungan mendukung untuk belajar agama. Perlu diketahui jarak rumah ke madrasah dan pondok tidak sampai 1 Km. Dia juga mengutarakan bahwa itu semua adalah anugerah karena mendapat  lingkungan seperti yang saya punyai.

 

Sumberingin Kidul

13 Juni 2023