Problem Dalam Bermain
2. Tidak sesuai medianya dan kebutuhan anak
3. Tidak ada engagement atau keterlibatan
3. Ego
Oleh : Jacinta F. Rini
e.psikologi.com
02 Desember 2013
Bermain Dengan Anak
Masa anak-anak adalah masa di mana
mereka belajar mengenal dunia lewat bermain. Bermain menjadi sarana sekaligus
jembatan antara apa yang ada dalam alam fantasi mereka dengan apa yang (bisa)
mereka wujudkan. Anak tidak melihat permainan sebagai "bermain" sebagaimana orang tua
atau orang dewasa menganggap bermain adalah sesuatu yang tidak riil. Anak-anak
yang lebih kecil menganggap bermain adalah sebuah realita seperti
halnya orang dewasa bekerja, bersekolah, membereskan rumah, dsb. Bermain adalah
dunia dimana mereka berada dan memberi makna terhadap segala sesuatu yang
mereka hadapi dalam permainan itu.
Dalam acara bermain, anak-anak bisa belajar mengenali apa yang bisa mereka
lakukan sendiri dan mana yang perlu bantuan orang tua. Anak-anak belajar
mengukur kemampuan diri dan mengukur tantangan yang ada. Bahkan menurut
penelitian yang dilakukan Lewis (2000), anak-anak usia 1-6 tahun belajar mengembangkan
kemampuan problem solving dari
bermain; karena bermain menghadirkan berbagai konteks dan situasi yang harus
mereka hadapai on the spot. Lewat
bermain, anak menemukan cara-cara kreatif dan unik dalam mengatasi masalah.
Sebenarnya jika diringkas, banyak sekali manfaat bermain bagi anak, selain yang
sudah disebutkan di atas. Sebuah studi yang dilakukan dalam kurun waktu
bertahun-tahun menemukan anak yang ketika kecil (usia 4 tahun) gemar bermain blocks atau lego, ketika SMA
memperlihatkan kemampuan matematika yang lebih tinggi.
Dalam Journal of Adolescence 27 (2004) 5-22 memuat hasil penelitian dampak hostile video game terhadap remaja.
Sebagai permainan yang "paling digemari" abad ini, game yang hostile ternyata membuat remaja lebih hostile, agresif dan kasar, dalam berargumentasi dengan guru/authority figure dan lebih sering
terlibat perkelahian fisik serta membuat prestasi belajar memburuk. Fenomena di
Indonesia dewasa ini, anak-anak kecil usia sekolah dasar bahkan TK sudah di expose oleh permainan-permainan hostile lewat game dan TV. Dengan temuan itu, dapat dibayangkan bagaimana jadinya
anak-anak masa depan kita.
Kita lihat banyak beredar game yang
tidak peduli kategori usia, yang penting laku keras. Padahal, permainan hostile itu untuk dewasa. Sama halnya
dengan tontonan TV, meski pun itu film Popeye atau pun Mr Bean bahkan Tom and
Jerry, Sponge Bob, Bart Simpson, film-film tersebut banyak menayangkan plot, alur cerita, atau kejadian
yang tidak cocok dikonsumsi anak-anak kecil yang dalam proses pembentukan
nilai. Film-film itu sebenarnya miniatur orang dewasa, sehingga alhasil
anak-anak benar-benar menjadi miniatur orang dewasa karena meniru tokoh kartun
di TV yang dibuat ala pikiran (dan delinquency-nya)
orang dewasa.
Kerap terjadi, anak-anak disuruh bermain dan diberi permainan agar tidak mengganggu
atau merepotkan orang dewasa/orangtua. Ada orangtua yang enggan bermain dengan
anak, karena sibuk, atau tidak nyambung dengan anaknya karena perbedaan dunia
yang tak (mau) diselami.
Baby sitter atau mbak, tidak selalu
jenis yang mau dan mampu menyelam ke dalam dunia anak, karena sebagian
menganggap tugas utama adalah menjaga dan melayani dalam arti harafiah. Ketika
permainan dilakukan tidak dengan hati, maka proses bermain menjadi lebih
hambar. Dalam kehambaran itulah, tidak terbangun kepekaan dan empati yang
sebenanarnya bisa diasah lewat bermain. Alhasil anak mudah bosan dan mudah
frustrasi. Sebaliknya, dalam permainan yang engaging, akan ada diskusi dua arah
yang membuka kemungkinan solusi. Bermain mobil-mobilan, polisi-polisian,
pemadam kebakaran, masak-masakan, semua yang "biasa-biasa" bisa
menjadi hidup dan menarik jika pemainnya terlibat secara emosi dan tentunya,
fantasi. Tanpa keterlibatan jiwa raga, permainan mahal pun belum tentu mampu
menghadirkan makna dan dampak yang dasyat pada anak.
Edward Fisher seorang psikolog menemukan keterkaitan antara bermain dengan
perkembangan ketrampilan berbahasa. Ia menemukan bahwa bermain role play, meningkatkan kemampuan
kognitif-linguistik dan sosial afektif anak. Itu sebabnya bermain dengan hati
menjadi penting untuk menciptakan suasana bermain yang hidup dan menyenangkan.
Kendala Anak Untuk Bermain
Beberapa hal yang sering menjadi kendala
anak dalam bermain, adalah kurangnya area bermain seperti tempat lapang dan
rerumputan yang kini sangat langka terutama bagi anak-anak perkotaan. Sarana
permainan yang bisa dinikmati dan dimanfaatkan publik pun hampir tidak
tersedia, kecuali ke arena bermain di mall dan harus membayar. Selain persoalan di atas, ada kendala
yang lebih krusial dan substansial karena kendala tersebut ada di hadapan mata
dan terjadi hampir setiap hari tanpa disadari oleh para orangtua. Kendala yang
bisa diistilahkan sebagai inhibitor, yakni :
1. Ketakutan orangtua
"Awas jatuh!", "Jangan, pokoknya nggak boleh
naik-naik", "awas bisa tergelincir lho". Banyak ungkapan yang disuarakan orangtua ketika
sedang bersama anaknya di tempat umum. Sikap orangtua yang overprotective, membuat anak kurang percaya diri dan tergantung. Kecemasan
dan ketakutan orangtua terbaca oleh anak sebagai ekspresi ketidakpercayaan
mereka terhadap kemampuan anak mengatasi situasi saat itu. Mekanismenya
demikian, ketika orangtua tidak percaya pada anak, pada akhirnya anak meragukan
dan mempertanyakan kemampuan mereka. Selanjutnya, anak akan membatasi diri
sebelum mereka mengeksplorasi kemungkinan dan kesanggupan, before they reach their upper limit. Inilah yang menjadi sumber
inferioritas dan rendahnya harga diri.
2. Nilai
Nilai yang
dimiliki dan diyakini
orangtua berpengaruh terhadap anak. Sebagai contoh ada seruan "anak
laki tidak boleh masa-masakan, nanti jadi homo". Sementara konsep homo
sendiri jauh dari
jangkauan pikiran anak-anak yang masih innocence. "Anak perempuan kok manjat-manjat, ayo turun, kamu bukan anak laki". Sebagian orangtua
menganggap mendidik anak harus keras dan anak harus dibatasi sebagaimana
tradisi keluarga. Orangtua ini akan menghalangi proses eksplorasi anak terhadap
dirinya dan dunia serta masa depannya.
"Jangan main di pantai, panas, nanti mama jadi hitam" atau "Nonton acara mama
saja, lebih seru daripada nonton kartun" atau "Main sama Mbak sana, papa
sedang sibuk nih, ini lebih penting
soalnya!". Tanpa disadari, kebutuhan dan keinginan orangtua berlomba dengan
kebutuhan anak, untuk direalisasikan. Situasi
ini sebenarnya mendudukkan orangtua menjadi kekanak-kanakan dan mendudukkan
anak menjadi yang lebih tua karena akhirnya anaklah yang mengalah demi orangtua.
Apa yang akan terjadi ?
Jika dibiarkan, proses learning by doing and experiencing menjadi terhambat karena
terkendala berbagai hal. Sementara, ada banyak tugas perkembangan yang harus dijalankan
oleh anak-anak kita dalam rangka pengembangkan berbagai komponen yang sangat
krusial bagi proses pertumbuhan, kematangan dan keberhasilan hidup mereka di
masa mendatang. Komponen tersebut adalah :
Solusi Bermain Dengan Asik
Sampai kapanpun, anak akan membutuhkan
bermain, oleh karenanya, tantangan untuk menghadirkan permainan dan waktu
bermain yang berkualitas adalah tantangan bagi orangtua modern. Solusi untuk bermain
di jaman modern ini tidaklah terlalu sulit untuk dijalankan meskipun terkendala
arena maupun sarana. Semua itu adalah nomer 2, yang terpenting adalah keterlibatan
orangtua (dan pengasuh), hubungan yang terjalin antara orangtua dengan anak
serta kreativitas orangtua atau pengasuhnya dengan anak yang diajak bermain. Pada
dasarnya semua anak kreatif, namun orang dewasa kerap kehilangan kreativitas dan
kehilangan minat serta daya fantasi untuk bermain mengikuti irama anak. Ada beberapa
prasyarat untuk mengupayakan terjadinya permainan yang seru dan berkualitas :
Beberapa jenis permainan yang solutif
Banyak permainan yang bisa dilakukan,
namun semua membutuhkan usaha dan kemauan terutama dari pihak orangtua atau pengasuh.
satu hal yang perlu diketahui pula, bahwa pada dasarnya jika orangtua ikut
berpartisipasi dalam permainan anak-anak mereka, orangtua juga akan merasakan
manfaat yang besar bagi tubuh dan jiwa mereka. Bermain bagi orang dewasa juga
bermanfaat untuk merevitalisasi kembali energi, mengobati stress, menumbuhkan kreativitas, harapan dan impian, mengatasi rasa
kesepian dan kesedihan, serta meningkatkan daya tahan menghadapi tekanan dan
kehidupan. Masih banyak manfaat bermain lainnya bagi orang dewasa. Oleh
karenanya, bagi siapapun yang masih mempunyai anak kecil di rumah, bermainlah
bersama agar chemistry yang terjalin membangun energy positif bagi kedua pihak
dan membangun karakter anak yang lebih percaya diri dan positif.
0 komentar :
Posting Komentar