30 Desember 2019

Jumat di Pondok Tengah Kamulan

Kulangkahkan kaki memasuki masjid Hidayatut Thullab di Desa Kamulan untuk Sholat Jumat, entahlah aku lupa, sudah berapa tahun tidak Sholat Jumat di Masjid atau Pondok ini. Bagi penduduk Desa Kamulan dan sekitar lebih terkenal dengan nama pondok tengah, karena posisinya berada di tengah desa, dekat dengan Pasar Kamulan, disebelah utara dekat dengan perbatasan desa ada pondok yang bernama Darul Istiqomah biasa disebut pondok lor.

Pondok Salaf ini pernah jaya pada masanya, santrinya pernah mencapai 2000 an, kalau sekarang hanya berjumlah ratusan. Sehingga suasana sepi, banyak kamar atau gotakan yang tentu saja kosong, Asrama B disebelah kiri terasa lengang, padahal dulu masa kecilku ramai sekali, penghuni gotakan bagian bawah rata rata adalah warga Desa Kamulan dan sekitarnya yang mengaji dan sekolah madrasah. Sebelah kanan ada Asrama A, sebelah timur asrama A adalah umbul, punya kenangan sendiri dengan tempat ini. Disinilah masa kecilku sering aku habiskan untuk bermain, dimulai dari belajar berenang, Kelas 2 MI sudah bisa berenang
Umbul adalah tempat mandi sekaligus juga dipergunakan sebagai tempat cuci pada waktu itu, sumber airnya sangat besar dan deras sehingga membuat air cepat berganti. Kalau kita gambarkan kondisinya seperti kolam renang pada saat ini. Saat bersekolah di MWB sekarang berganti dengan MIWB, kuhabiskan waktu bermain disini, pertama gratis dan pada masa itu kolam renang hanya ada 1 atau 2 saja, itupun ada di Kota Kabupaten. Di pagi hari ketika istirahat sekolah pergi ke Umbul untuk mandi.  Sore hari ketika selepas sekolah madrasah yang dimulai jam 2, berenang disitu. Bahkan bisa dikatakan tiap hari. Pada masa itu oleh teman sebaya, dijuluki Raja Umbul, karena setiap ada kesempatan pasti mandi, bisa 3 – 4 kali dalam sehari. Maklum karena sangat menyukai bermain di air.  

Saat Pondok Tengah mempunyai santri sekitar 2000an, Desa Kamulan terkenal dengan industri gentengnya, banyak dari santri pagi harinya bekerja di Desa atau di masyarakat, jam 7 sampai 12, selepas makan siang kembali ke pondok, kemudian jam 2  belajar di madrasah. Selain mendapat ilmu, kang santri juga bisa mencukupi kebutuhan hidupnya dengan bekerja sebagai pembuat genteng. Pertama makan dan minumnya sudah ikut bos pembuat gentengnya. Ada cerita, uang dari hasil bekerjanya tidak diambil semua, sebagian untuk dikumpulkan. Saat boyong atau pulang kembali ke rumah bisa membawa uang sampai 10 juta. Masa itu untuk belajar harus bersusah payah, harus bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Kalau anak mondok sekarang segala hal sudah dipenuhi oleh orang tua, bahkan bersedia memondokkan ke tempat yang mahal dengan fasilitas yang serba ada. Tujuannya mungkin biar anak fokus untuk belajar. Baik atau tidaknya hal itu disesuikan dengan pendapat dan kemampuan masing masing.

Semakin lesunya dunia pergentengan, ditambah semakin mahalnya biaya produksi, bergesernya paradigma, diiringi perubahan jaman. Membuat  jumlah santri terus berkurang. Banyak alumni santri ingin memondokkan anaknya, tidak jadi karena menginginkan anaknya mondok juga bisa sekolah umum, tetapi sejak adanya Al Anwar Haromain yang didirikan Gus Bahrur yang merupakan putra mantu, banyak dari anak Alumni Santri Pondok Tengah ditempatkan disana untuk mondok sekaligus sekolah.



Sumberingin Kidul
29 Desember 2019

27 Desember 2019

Merajut Mimpi

Jalan Antara Ngunut dan Durenan, baik jalur utara maupun selatan, menjadi saksi perjalanan hidupku. 1 tahun pertama pernikahan, masih menetap bergantian antara rumah orang tua dan mertua. Pertengahan puasa, 15 Romadhon 2012 mulai menempati rumah sendiri, yang dibuat dengan hati, untuk ditempati bersama pujaan hati serta buah hati yang saat itu masih berusia 1 tahun. 

Jam 6 pagi sudah berangkat menembus kabut pagi, menunaikan tugas untuk mengabdi kepada ibu pertiwi, mencerdaskan anak anak sekolah.  Hal itu kulakukan dengan senang hati. Jika di hitung setiap hari maka akan menempuh perjalanan sekitar 65 km pulang pergi. Tambahkan sendiri jika perjalanan itu ditempuh 6 hari. Sudah berapa kilometer yang kutempuh, kalikan dengan satu tahun. Sampai dengan pertengahan 2019.

Jumat pagi ini kembali kumenelusuri jalan yang sudah terakrabi, bertahun tahun yang lalu, sambil memaknai perjalanan hidup yang sudah terjadi, dan mengambil intisari untuk bekal hidup dimasa mendatang. Diakhir tahun ini kujadikan sebagai bahan muhasabah, intropeksi diri guna merajut mimpi yang sempat tercerai berai. Karena tubuh tidak bisa diajak berlari untuk mengejar mimpi. Saatnya kini memacu kembali untuk menggapai mimpi menjadi kenyataan diri. Bukan terbuai dan memimpikan hal hal yang tak pasti. Tapi melangkah pasti menuju impian diri untuk masa depan yang lebih pasti.

Kujemput istri dan dua buah hati yang terlebih dahulu sudah disana beberapa hari. Bersiap juga untuk memacu diri di tahun 2020 nanti, menjemput impian yang sempat tercerai berai mencapai sesuatu yang pasti.

Sumberingin Kidul 
27 Desember 2019  

14 Desember 2019

KORBAN SALAH DIAGNOSA

Peristiwa ini dimulai 4 hari yang lalu, pagi hari 5 meninggal, sore 2 meninggal. Hari berikutnya 10 meninggal,  yang lebih parah adalah hari ini sekitar 60 meninggal. Hanya bisa geleng geleng kepala, karena diagnosanya salah. Yah sudah menjadi resiko, tetapi semuanya bisa dijadikan pengalaman ketika menghadapinya kembali.

Ketika melakukan suatu hal memang terkadang tidak semulus yang kita perkirakan, ada saja hal yang terjadi dan itu mempengaruhi apa yang kita lakukan. Tetapi jika tidak berani mengambil resiko, kita hanya berjalan di  tempat saja. Berani mengambil resiko itu lebih baik daripada takut melakukan sesuatu.

Pada 20 November 2019, ikan ditebar dengan ukuran 8-9, 1 minggu sebelumnya air diberi MB, selama 3 minggu tidak mengalami masalah, baru minggu keempat, beberapa ekor ikan mulai mati.

Diagnosa pertama penyebabnya adalah telur dari katak, ukuranya kecil dan ada lendir, jika dibiarkan telur ini akan dimakan sehingga bisa beracun dan mengakibatkan kematian. Langkahnya adalah membuang katak dan membersihkan air dari telur, Itu langkah pertama.

Diagnosa kedua adalah perbedaan suhu antara dasar kolam dan atas kolam, kebanyakan matinya adalah dipagi hari, karena suhu dingin dan kemungkinan adalah kekurangan oksigen. Langkah yang saya ambil adalah dengan mengaduk bagian bawah kolam yang dalamnya 1,5 meter selama beberapa lama sehingga suhu antara bawah kolam dan atas diperkirakan sama. Hal ini didasari kolam saya yang satunya tidak ada masalah karena dalamnya hanya 1 meter. Serta kolam digerojok lebih lama. Tetap belum berhasil. 

Diagnosa hari berikutnya atau ketiga adalah karena pengaruh virus, parasit, jamur serta bakteri, hal ini kemungkinan karena faktor musim, tahun ini bulan desember adalah awal awal musim penghujan. Padahal waktu dulu, ketika memasukan ikan awal awal tahun atau 6 bulan pertama tidak ada masalah. Atas anjuran
Pak Bungkus, maka ikannya saya beri obat Blue Chopper.

Alhamdulillah pagi ini tidak ada ikan yang mati, semuanya memang butuh proses. Memang dari waktu ke waktu permasalahan dan penanganan itu berbeda, jangan pernah puas dan terus untuk belajar.



Sumberingin Kidul 
14 Desember 2019