Mungkin tak ada yang lebih mencintai ilmu daripada
orang-orang seperti mereka: ulama-ulama muslim masa silam seperti berikut. Ibnu
Aqil (tahun 1136) berkata, “Saya meringkas semaksimal mungkin waktu makan. Hingga
saya memilih roti kering yang dicelup air disbanding khubz (roti lembab),
karena perbedaan waktu yang dibutuhkan untuk mengunyahnya. Begitu detil
perhitungan waktunya. Maka tak mengherankan jika karyanya amat banyak,
jumlahnya mencapai 800 buah dari berbagai bidang ilmu.
Lain lagi dengan Syamsudin Al Ashbahani (tahun 1327). Menurut para sahabatnya, SYamsudin
banyak menolak makanan. Ini ia lakukan agar tidak banyak waktu keluar masuk
kamar mandi, yang membuat waktu belajarnya terkurangi.
Muhammad bin Sahnun (tahun 879) sehari-hari sibuk
dengan membaca dan menulis hingga sampai larut malam. Tahu majikannya sibuk, Ummu
Madam sang pembantu menyediakan menyediakan makan dan menyilahkannya, tetapi
Bin Sahnun hanya bilang, ‘Saya sedang sibuk” hingga tetap asyik menulis dan
tidak menyentuh makanannya, Ummu Madam berinisiattif menyuapinya sampai makanan
itu habis. Saat azan subuh, Bin Sahnun malah bertanya,”….mana makanan itu? Sang
pembantu menjawab, “saya sudah menyuapkannnya pada Anda”. Sahnun Heran,” saya
tak merasa….”
Khalid bin Ahmad (tahun 793) mengatakan, “Waktu
yang paling berat bagiku adalah waktu dimana saya menghabiskannya untuk makan.”
Tidak hanya menyayangkan waktu makan, Abu Yusuf Ya’qub
sering terlihat membaca buku saat ia tengah berjalan ke tempat tujuan. Lain lagi
dengan Al Fath bin Al Khaqan. Sastrawan yang menjadi menteri pada masa dinasti
Abbasiyah ini selalu membawa buku dilengan bajunya. Saat ia izin buang air atau
shalat, maka ia keluarkan buku tersebut dan ia baca diperjalanan menuju tmpat
yang dimaksud. Hal yang sama ia lakukan kembali.
Bahkan menjelang kematian pun, mereka tetap
menghormati proses belajar. Suatu hari Ibnu Jarir Ath Thabari terbaring sakit
dan dijenguk sahabatnya. Ia kemudian meminta pulpen dan kertas untuk menuliskan
doa Nabi yang pernah ia dengar yang diriwayatkan Ja’far bin Muhammad. Saat itu
ada yang bertanya,” Apakah saat ini tepat waktunya?” ia menjawab,” Tidak
sepantasnya bagi manusia meninggalkan kutipan ilmu, hingga kematian
menjemputnya.”sesaat kemudian, ia wafat. Lain lagi dengan pakar bahasa Ibnu
Malik (kelahiran tahun 1223). Menjelang kematiannya, disaat sedang sakit keras,
ia meminta putranya membantu mendiktekan delapan bait ilmu. Ia mendengar dan
menghafalkannya di hari kematiannya.
(Kutipan from buku"Keajaiban Belajar").
0 komentar :
Posting Komentar