Menjelang jam 4 pagi kuterbangun
dari mimpiku, ku memandang sejenak kamar yang berbeda seperti yang kupandang
setiap harinya. Setelah beberapa lama tidak keluar kota, kemarin saya keluar
kota mewakili Kampus untuk mengikuti Workshop Kurikulum, terakhir keluar kota
beberapa saat yang lalu, bulan Februari atau Maret saat mengikuti FORMI
Kopertais IV Surabaya, di Tribakti Kediri. Dan sekarang ada di Hotel Maesa Jl.
KH. Ahmad Dahlan 82A Ponorogo, acara ini diselenggarakan oleh FORPIM Zona
Mataraman Kopertais IV Surabaya. Acara workhop ini berlangsung 2 hari yakni
tanggal 21 dan 22 Juni 2023.
Tenggorokanku terasa
kering, kuambil air mineral yang sudah kuambil dari dispenser air yang terletak
di koridor hotel semalam, yang kumasukkan ke botol kosong bening. Hotel ini
berpartisipasi dalam kampanye ke seluruh dunia untuk mengurangi penggunaan
plastik. Kutuangkan air ke dalam kettle pemanas air, setelah ku tekan tombol
on, lalu kumengambil laptopku menaruhnya ke meja, membuka dan menulis kalimat
yang sedang anda baca.
Warna merah pada kettle
sudah padam, pertanda air sudah mendidih, kuambil cangkir dan meletakkannya
dimeja disebelah kiri laptop, kusobek teh, kemudian mencampur white sugar
kedalam cangkir, kuangkat kettle dan menuangkan ke dalam cangkir, lalu kuaduk
sampai rata. Kubiarkan sejenak agar
tidak terlalu panas sambil melanjutkan mengetik. Setelah beberapa saat kuangkat
dan kunikmati tehnya. Rasa hangat menerobos kerongkonganku, teh dan gula yang
tidak terlalu manis kurasakan pada indera perasaku, tehnya berasa agak sedikit pahit,
tetapi tidak kuhiraukan, lebih kunikmati kehangatan yang masuk menuju perutku
dan rasa nyaman yang ada dalam tubuhku, Alhamdulillah terima kasih ya Allah
atas semua yang telah engkau berikan. Kunikmati rasa itu berulang ulang sambil mengucap syukur.
Kemarin kuberangkat
dari Kamulan sekitar jam 6.30 pagi, sambil mengantar kakakku menuju tempat
kerjanya di SMP 2 Trenggalek, yang terletak di Parakan Rejowinangun, kurang
lebih antara 500 m sampai 1 kilo dari pertigaan Rejowinagun, ban belakang sepada
motorku kempes langsung, untung aku masih bisa mengendalikan motorku karena
memang motornya tidak kupaca secara kencang, lebih beruntung lagi aku tidak
perlu menuntun motorku terlalu lama sekitar 200 meteran ada bengkel tambal ban
utara jalan, setelah diperiksa ternyata ban dalamku sobek lebar, “kok saget
pak”. Tanyaku, tukang tembel menyatakan kalau ukuran ban dalam dan ban luarku
tidak sama, ban dalam ukuran 17 sedang ban luarku ukuran 19, kalau kondisi kurang
angin bisa sobek, hal ini memang baru satu kali ini kualami karena waktu
mengganti ban luar bulan Januari yang lalu tidak dengan mengganti ban dalam
sekalian.
Minumanku habis, kutuangkan
kembali air ke dalam cangkir dan menambah krimer minuman bubuk, lalu kuaduk
pelan, kunikmati sebentar rasa yang berbeda memasuki tenggorokanku lalu
kulanjutkan kembali menulis. Setelah ban dalamku selesai diganti, lalu kumembayar,
sengaja memang ban dalamnya ku memilih yang terbaik yakni ban dalam IRC yang
disedikan di bengkel. Harganya 45 ribu, kuberi uang 50 ribu lalu ku bilang
“Kersane” maksudku tidak perlu diberi kembalian, karena beliau sudah berbaik
hati meminjamkan sepeda motornya untuk mengantar kakakku ke sekolah. Ternyata beliaunya
tetap mengambil uang 5 ribuan untuk diberikan kepadaku, “matur suwun”ucapku
kemudian, kemudian setelah itu berbincang sekitar 5 menitan tentang banyak hal,
mulai dari hal sepele sampai masalah pemilihan kepada desa.
Jam menunjukkan, pukul
7.30 pagi, Kujanjian bertemu bertemu Mas Zainal Arifin, teman kuliah yang
bekerja di STIT Trenggalek, jam 11 siang di terminal Trenggalek, untuk
berangkat bersama menuju Ponorogo. Berarti
masih punya banyak waktu, karena itu kuarahkan kembali dan kupacu sepeda
motorku ke arah timur untuk menuju Ngadirenggo kemudian ke Desa Nduwet untuk
bertemu Bulek Siti, adik kandung dari Abahku, 1 jam kemudian ke Blengok
Wonocoyo, untuk bersilahturami ke Pak Lek Hasyim yang masih menjabat Ketua MWC
NU Pogalan, suami dari bulek yang sudah meninggal beberapa bulan yang lalu,
Lahal fatihah untuk beliau, Al Fatihah. Lalu ke rumah Pak Adnan, sayangnya
beliau sedang istirahat, jadi saya tidak berani menganggu.
Memang dalam setiap pengembaraanku
keluar kota, biasanya kusempatkan untuk bersilaturahmi kepada saudara atau
teman yang bisa disinggahi, ibarat satu dayung 2 tiga pulau terlampau, karena
untuk bersilaturahmi itu berat, kalau kita harus berangkat dari rumah, ketika
ada urusan terkait pekerjaan dan mampir terasa lebih ringan, karena hanya perlu
menyediakan waktu lebih banyak, hal tersebut kupelajari dari abahku, saat aku
masih kecil beliau sering mengajakku untuk bersilaturahmi kepada saudara dan
teman temannya. Hal tersebut berusaha kuteruskan, untuk menjaga silaturahmi.
Hotel Maesa Ponorogo
22 Juni 2023