Pondok Salaf ini pernah jaya pada masanya, santrinya pernah mencapai 2000 an, kalau sekarang hanya berjumlah ratusan. Sehingga suasana sepi, banyak kamar atau gotakan yang tentu saja kosong, Asrama B disebelah kiri terasa lengang, padahal dulu masa kecilku ramai sekali, penghuni gotakan bagian bawah rata rata adalah warga Desa Kamulan dan sekitarnya yang mengaji dan sekolah madrasah. Sebelah kanan ada Asrama A, sebelah timur asrama A adalah umbul, punya kenangan sendiri dengan tempat ini. Disinilah masa kecilku sering aku habiskan untuk bermain, dimulai dari belajar berenang, Kelas 2 MI sudah bisa berenang
.
Umbul adalah tempat mandi sekaligus juga dipergunakan sebagai tempat cuci pada waktu itu, sumber airnya sangat besar dan deras sehingga membuat air cepat berganti. Kalau kita gambarkan kondisinya seperti kolam renang pada saat ini. Saat bersekolah di MWB sekarang berganti dengan MIWB, kuhabiskan waktu bermain disini, pertama gratis dan pada masa itu kolam renang hanya ada 1 atau 2 saja, itupun ada di Kota Kabupaten. Di pagi hari ketika istirahat sekolah pergi ke Umbul untuk mandi. Sore hari ketika selepas sekolah madrasah yang dimulai jam 2, berenang disitu. Bahkan bisa dikatakan tiap hari. Pada masa itu oleh teman sebaya, dijuluki Raja Umbul, karena setiap ada kesempatan pasti mandi, bisa 3 – 4 kali dalam sehari. Maklum karena sangat menyukai bermain di air.
Saat Pondok Tengah mempunyai santri sekitar 2000an, Desa Kamulan terkenal dengan industri gentengnya, banyak dari santri pagi harinya bekerja di Desa atau di masyarakat, jam 7 sampai 12, selepas makan siang kembali ke pondok, kemudian jam 2 belajar di madrasah. Selain mendapat ilmu, kang santri juga bisa mencukupi kebutuhan hidupnya dengan bekerja sebagai pembuat genteng. Pertama makan dan minumnya sudah ikut bos pembuat gentengnya. Ada cerita, uang dari hasil bekerjanya tidak diambil semua, sebagian untuk dikumpulkan. Saat boyong atau pulang kembali ke rumah bisa membawa uang sampai 10 juta. Masa itu untuk belajar harus bersusah payah, harus bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Kalau anak mondok sekarang segala hal sudah dipenuhi oleh orang tua, bahkan bersedia memondokkan ke tempat yang mahal dengan fasilitas yang serba ada. Tujuannya mungkin biar anak fokus untuk belajar. Baik atau tidaknya hal itu disesuikan dengan pendapat dan kemampuan masing masing.
Semakin lesunya dunia pergentengan, ditambah semakin mahalnya biaya produksi, bergesernya paradigma, diiringi perubahan jaman. Membuat jumlah santri terus berkurang. Banyak alumni santri ingin memondokkan anaknya, tidak jadi karena menginginkan anaknya mondok juga bisa sekolah umum, tetapi sejak adanya Al Anwar Haromain yang didirikan Gus Bahrur yang merupakan putra mantu, banyak dari anak Alumni Santri Pondok Tengah ditempatkan disana untuk mondok sekaligus sekolah.
Sumberingin Kidul
29 Desember 2019