24 Juli 2017

Prioritas dan kebutuhan Vs Keinginan

Rumah keluarga kecilku sudah berdiri sejak 2012 waktu itu hanya berukuran 9x7,5, kemudian 2 tahun lalu panjangnya ditambah 11 meter, bagian belakang masih nampak batu bata yang berjejer, masih banyak dana dan perkakas rumah tangga yang harus diadakan. Berhenti dulu dan lebih mendahulukan prioritas dan kebutuhan menjadi hal utama dan harus dilakukan.

Pemilihan prioritas berdasar kebutuhan wajib didahulukan, jika orang itu sudah mapan, penghasilan sudah besar, maka bukan menjadi sebuah masalah, tetapi jika penghasilannya pas-pasan maka harus pandai mengatur strategi untuk memiliki sebuah barang atau impian, mengumpulkan dulu untuk beberapa lama, ungkapan bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian menjadi cocok dalam hal ini, untuk memudahkannya, saya harus menganggap ini adalah sebuah seni untuk memiliki, mempunyai dan mencapai impian. Karena ada tantangan disitu.

Jika mempunyai HP yang masih layak dan bisa digunakan mengapa harus membeli yang baru, walaupun perlu membeli casing, jika mejanya masih layak mengapa harus membeli yang baru, meskipun harus memperbaikinya terlebih dahulu, daripada menyelesaikan rumah yang memerlukan dana yang wah, saya memilih untuk menggunakannya membayar uang kuliah yang cukup lumayan, karena dalam hitungan juta, ha ha ha. Yah sebuah prioritas. 

Prioritas saya tahun depan mudah-mudahan bisa menyelesaikan kuliah, dan setelah itu baru memimpikan hal yang baru, ada 6 tahapan yang harus dijalani, sekarang sudah menapaki langkah yang ketiga, “Ayo minggu depan kita bertemu dengan promotor untuk setor proposal,” ha ha ha, prioritas dalam minggu ini adalah menyelesaikan proposal, ha ha ha, bertumpuk-tumpuk buku sudah siap dilahap dan ditulis berdasarkan pemahaman. “Ayo kita berlomba kawanku, ha ha ha”.

24 Juli 2017
Sumberingin Kidul Ngunut  

16 Juli 2017

Sambil Menyelam Minum Susu

Jumat dan sabtu kemarin tanggal 14 dan 15 saya mengikuti Simposium di STAIN Kediri. Perjalanan saya mulai dari Ngunut Tulungagung ke Kediri, sebenarnya acara tidak di pagi hari tetapi dimulai di sore hari, makanya berangkatnya inipun saya nikmati dan tidak terburu-buru, maka jalur yang saya pilih inipun bukan jalur umum, tetapi melalui jalur alternatif.

Jalur ini saya tahu tanpa sengaja, bulan Februari yang lalu sewaktu ada workshop di UNP Kediri. Bertemu dan berbincang diatas tambangan Ngunut dengan seseorang yang lahir di Ngunut kemudian menikah dan mendapat istri dari Papar Kediri, kamipun berbincang mengenai rute, biasanya rute yang saya lewati kalau tidak dari Tulungagung Kota ke utara lewat Keras dan Ngadiluwih, Kauman ke utara lewat Mojo Kediri, dan juga lewat Sambi Kediri. “Ada jalur lebih cepat mas, daripada lewat Sambi, lewat jalur Jati ke utara nanti kita bisa lewat keras, branggahan atau Ngadiluwih” Katanya, “iya mas, kalau begitu saya mengikuti saja, jenengan di depan saya di belakang”, kataku. 

Alhamdulillah jumat pagi kemarin saya bisa mengulangi rute itu sendiri tanpa tersesat karena kadang-kadang berkelok, yang penting bagi saya adalah kalau tidak ke utara ya ke barat, he he he, dengan mulus bisa keluar dari Branggahan yang terkenal dengan “Sotonya” kemudian lurus ke utara menuju Kediri. Jalur ini adalah jalur tengah dan memang lebih singkat daripada lewat Tulungagung ke utara ataupun lewat Sambi. 

Rencana awal saya niatkan mampir ke Tribakti untuk menemui Mas Arif, belajar dan memperdalam OJS (online Jurnal Sistem) 3, tetapi sayangnya sedang di Surabaya, langsung meluncur ke Wilis Indah di barat Pondok Lirboyo bertemu dengan adik kandung yang bekerja diperpajakan Pare Kediri, setelah itu meluncur ke Perpustakaan UNP Kediri untuk mencari beberapa referensi guna menyelesaikan tugas akhir dan kebetulan di sini ada teman satu komunitas, yakni komunitas Slims Kediri Raya, lumayan mendapat  1 - 2 halaman setelah beberapa jam mengetik, dilanjutkan ke rumah saudara di sebelah timur pondok Lirboyo anak dari Bulek Siti yang kebetulan menjadi Kapolsek di Mojo Kediri, baru setelah itu meluncur ke STAIN Kediri untuk tujuan utama dan malamnya menginap di perpustakaan STAIN Kediri. Sambil mencari referensi dan alhamdulillah dapat 2 buku Babon..he he he.

(To be Continued)

Sumberingin Kidul
16 Juli 2017 

14 Juli 2017

Kecanduan Handphone (Bumerang)

Menurut sebuah survey, ternyata jumlah HP lebih banyak dari pada jumlah penduduk Indonesia, wah gila ini, berarti 1 orang tidak hanya mempunyai 1 HP, tetapi bisa mempunyai 2, 3 atau lebih tergantung dari kebutuhan, tetapi jika hanya untuk kebutuhan pribadi maka hal itu menjadi sebuah pemborosan, lain lagi ketika untuk pekerjaan maka bisa untuk dimaklumi, semisal orang-orang yang berbisnis di dunia online maka HP menjadi kebutuhan yang harus ada untuk melayani pemesanan barang, bahkan jika perlu semakin banyak semakin baik.   

Keberadaan HP saat bisa menjadi bumerang, satu segi bisa positif dan satu lagi akan merugikan pihak pemakai, jadi si pemakai harus bisa memanfaatkannya dengan baik guna mendukung dan menunjang kegiatan sehari-hari, misal untuk memudahkan komunikasi yang berhubungan dengan pekerjaan, mencari informasi, mengumpulkan jurnal untuk bahan menulis, mendekatkan dengan saudara dan masih banyak hal postif yang lainnya.

Sisi negatifnya, jika tidak bisa menggunakannya secara bijak maka HP bisa menjadi bencana, pekerjaan bisa molor, pemicu terjadinya kecelakaan (sering melihat orang menggunakan HP saat berkendara), waktu banyak yang sia-sia, bisa menimbulkan pertengkaran, menjauhkan yang dekat dan masih banyak yang lain.

Semoga kita semua dijauhkan dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan dapat menggunakan handphone sebagaimana mestinya untuk menunjang dan meringankan kegiatan kita. Salam sukses bersama.

(To be Continued)

Sumberingin Kidul

14 Juli 2017      

13 Juli 2017

Sungai Tercemar Karena Popok

Pagi ini, salah satu TV Swasta Nasional,  memberitakan bahwa sungai di Surabaya tercemar dan banyak ditemukan limbah popok, sepertinya membuang sampah ke sungai sudah membudaya dan banyak dilakukan masyarakat, apakah karena mudah dan tidak perlu bersusah payah. Ah sungai, kasihan sekali dirimu, harus menderita, menanggung beban sampah karena banyak orang yang tidak bijak dan seenaknya sendiri. 

Miris dan ngeri karena melihat secara jelas, bagaimana tumpukan sampah popok dan botol-botol air mineral dan sampah-sampah yang lain berkumpul menjadi satu sehingga membuat air sungai tidak kelihatan dan jika kelihatanpun airnya keruh. Padahal banyak masyarakat di sekitar sungai yang memanfaatkannya untuk kegiatan rumah tangga, seperti mencuci, untuk air minum, dan tentu saja nanti berakibat terhadap kesehatan masyarakat disekitar sungai.

Mengapa orang melakukan itu, apakah karena mereka tidak mempunyai lahan, tidak mau susah dan repot sehingga harus mengorbankan lingkungan, hal itu seharusnya bisa diatasi dengan mengubur atau membuat tempat sampah yang baik dan layak, bisa dibuang ketempat sampah dimasukkan kedalam plastik agar pasukan kuning mudah membawanya ke tempat penampungan sampah.

Kesadaran menjadi kunci utama, perlu pendidikan sejak dini, dimulai dari keluarga, bagaimana orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya, guru-guru disekolah mendidik murid-muridnya untuk membuang sampah pada tempatnya, memanfaatkan sampah untuk sesuatu yang bermanfaat. Mengajarkan bagaimana cara mencintai lingkungan. 

Kesadaran dari masing-masing individu, sosialisasi dari pihak-pihat terkait dan yang mencintai lingkungan, yang didukung dengan kebijakan pemerintah, nampaknya perlu dilakukan, misal saja standart pembuangan sampah, memberi pendidikan kepada masyarakat bagaimana memilah, memilih dan memisah sampah untuk diolah, jika perlu bisa dibuat aturan atau undang-undang yang bisa memberi efek jera kepada pelaku yang membuang sampah. 

Jika sungai indah, airnya jernih maka masyarakatlah yang akan untung, bisa dimanfaatkan sebagai tempat hiburan yang murah meriah, perlu kesadaran secara bersama-sama untuk menjaga agar sungai tidak kotor dan tercemar, tentu saja untuk kepentingan masyarakat serta menjalankan perintah agama untuk menjaga kebersihan karena kebersihan itu menunjukkan keimanan.

Sumberingin Kidul
13 Juli 2017

12 Juli 2017

POPOK PERBIJI NAIK Rp. 200

Tubuhnya semakin memanjang, berat badanya naik, mengasuh dan menjaganya harus lebih hati-hati, terlebih saat ini sedang musim pancaroba, biar tumbuh kembangnya berjalan secara optimal, tidak terganggu dan semuanya berjalan dengan baik.  

“Yah, popoknya naik Rp. 200 perbiji”. kata istriku. Kutanggapi obrolan istriku dengan senyuman. Menurut laki-laki, hal semacam ini tidak terlalu diperhitungkan, dan termasuk urusan sepele, tetapi bagi perempuan nampaknya berbeda, semuanya akan dihitung, kalau 200 x 100 biji popok saja sudah berapa???. (silahkan dijumlah sendiri he he he).  

Menurut pendapat saya perempuan pikirannya terlalu njlimet untuk urusan yang seperti ini. Saya sering mendengar cerita, untuk membeli suatu barang mereka akan berkeliling dari toko yang satu ke toko yang lain, membandingkan harga untuk satu jenis barang yang akan dibeli, padahal hanya selisih Rp 500 – Rp. 1000, kalau perlu harganya ditawar sedemikian rupa. Ha ha ha. Jadi kalau disuruh mengantar saya jarang mau, atau kalau maupun lebih memilih berada di depan toko atau di parkiran sambil melakukan sesuatu, agar belinya lebih cepat. He he he

Lahir dengan panjang 50cm sekarang menjadi 70cm, bobot lahir 4 kg sekarang sudah 8 kg 2 ons, jadi sudah semestinya kalau ukuran popoknya L. Sebuah keagungan Allah, sampai 5 bulan berjalan ini hanya minum ASI, saat saat tertentu ditambah dengan susu formula, untuk makanan pendamping ASI baru diberikan pada usia 6 bulan nanti. Semoga sehat selalu nduk, dan kami berusaha menjadi orang tua yang terbaik. 

Sumberingin Kidul
12 Juli 2017

11 Juli 2017

MENJEJAKKAN LANGKAH KE BUMI KEMBALI

Sempat terlena dengan suasana puasa dan lebaran, saatnya menjejakkan kaki kembali ke bumi dan melangkah menuju impian diri. Menata waktu, menguatkan komitmen, menumbuhkan semangat yang sempat turun mencapai titik kulminasi. Menyiapkan diri kembali untuk meraih mimpi dan cita-cita yang sempat terhenti, semoga lekas selesai sehingga tahun depan bisa membuat impian baru lagi.

Selepas akreditasi di minggu ketiga bulan Ramadhan yakni bulan Juni, membuat mata ini tidak bisa diajak kompromi untuk membaca kembali, padahal beberapa buku sudah tersaji di meja siap untuk di habisi, ditelaah, dipelajari, mengambil pokok-pokok pikiran dan menuangkan kembali dalam bentuk tulisan untuk menyelesaikan tahap ketiga, mengerjakan proposal tugas akhir perkuliahan.  

Membaca beberapa paragraf, pikiran sudah melayang-layang kemana-mana, terlebih lagi harus menyiapkan diri untuk menyongsong hari raya Idul Fitri. Semuanya tahulah, bagaimana mempersiapkannya, apalagi sudah mempunyai rumah sendiri dan 2 anak yang masih kecil. Ternyata semangat membacanya hanya untuk membaca cerita silat dari penulis Asmaraman Sukowati Khopingho atau lebih dikenal dengan Khopingho saja, bacaan zaman biru putih dan abu-abu putih. Dan hal itu berlanjut sampai hari minggu kemarin, jadi selama 3 minggu otak ini hanya bisa dimasuki oleh sekitar 10 sampai 15 cerita silat karya beliau. Dan untuk membuat tulisan-tulisan sederhanapun jari-jari tangan ini sulit untuk digerakkan.

Kemarin pagi kekampus bersama teman seangkatan untuk bersilaturahmi dengan pembimbing, itupun zonk artinya tidak menjumpai, tapi alhamdulillah sudah mengetahui meja kerja baru beliau-beliau, yang pertama karena memang tidak janjian sebelumya, terlebih memang belum masa aktif perkuliahan, yang kedua ada pemberangkatan kurang lebih 3000an mahasiswa KKN untuk ditempatkan dibeberapa kabupaten di sekitar kampus, di luar jawa tepatnya di Gorontalo dan bahkan di Thailand. Paling tidak semangat bisa terletup kembali dan membara untuk menyelesaikan tugas akhir kuliah. 

Semoga dipermudah dan bisa selesai tahun depan, sehingga tidak perlu ngeces (masih bingung untuk untuk kata yang tepat) he he he, karena untuk masuk kuliah inipun adalah sebuah kenekatan, rumah belum jadi seluruhnya, tanggung jawab terhadap istri dan 2 anak yang harus dipenuhi. Tetapi untuk menjadi sukses orang memang harus keluar dari zona nyaman, menuntut diri untuk terus memperbaiki diri, dan mumpung anak-anak masih kecil sehingga belum perlu biaya yang banyak untuk sekolah mereka. 

Apalagi si kecil Zi yang berusia 5 bulan mendekati 6 bulan, sedang lucu-lucunya dan seringkali dibuat gemas olehnya, ketika posisi tengkurap sudah bisa goyang-goyang, pantatnya diangkat tinggi dan bergerak mundur kebelakang, jadi harus hati-hati untuk menjaganya. Akhirnya ya dinikmati saja kemalasan dan masa liburannya. Ha ha ha. 


Sumberingin Kidul
11 Juli 2017